Wednesday, October 24, 2007

’Hanya’ Ibu rumah tangga???

Heran aku pada orang yang selalu saja malu pada pekerjaannya yang ’hanya’ ibu rumah tangga. Mungkin saja karena sampai hari ini banyak yang mengidentikkan bahwa ibu rumah tangga adalah sosok perempuan ketinggalan jaman, tidak cerdas, cuma bisa bertindak pada wilayah domestik saja, dan segala cap negatif lainnya. Dan sejak aku menyadari bahwa Ibu rumah tangga (baca: Ibuku) tidaklah identik dengan hal2 buruk, aku selalu menuliskan pekerjaan ibuku adalah pendidik. Tentu bukan berarti aku mengamini pandangan umum tersebut, tp karena aku merasa bahwa ibuku bukanlah perempuan yang demikian.


Maha suci Allah yang telah menitipkan kepada perempuan sebuah tugas mulia, mendidik generasi. Dititipkannya rahim yang memungkinkannya menjalin kedekatan sejak dini dengan sang buah hati (Baca tulisanku ”Isyarat Cinta Dalam Makanan Kita”). Selanjutnya, aku cerita ibuku saja lah...


Ibu haruslah cerdas, karena dia adalah sekolah pertama bagi sang anak. Karena pendidikan meliputi banyak sisi maka seorang ibu harus pandai memasak, ini terkait dengan


Ibuku yang bekerja sebagai guru, tidak pernah membiarkan kami makan makanan yang dimasak oleh pembantu. Setiap jam istirahat beliau sempatkan untuk pulang dan menyiapkan makan siang untuk kami. Beliau juga sempat membuat kue2 sebagai konsekuensi tidak membiasakan kami jajan. Setiap lebaran tiba, beliau juga menjahit sendiri baju2 untuk kami. Soal model, gak kalah ma buatan toko deh! Beliau yang aktif di sebuah organisasi keagamaan dan kadang harus keluar kota, biasanya menitipkan pesan2 tertentu untuk kami. Bahasanya indah......


Ketika beliau tidak lagi bekerja, beliau lebih banyak berkreasi di rumah. Beliau yang dinamis (alias rada cepet bosen, he..he..) selalu punya kreatifitas yg ok. Ranjang besi yang beliau sdh bosen ngeliat teronggok di kamar, disulap jadi 1 set meja – kursi kecil untuk kami bersantai dan pot bunga bersusun yang indah. Botol bisa disulap jadi boneka. Kayaknya gak pernah ada barang yang tak berguna di tangan ibu.


Ketika usiaku sudah masuk usia mengaji (kalo gak salah kelas 2 SD), setiap sore aku pergi ke Musholla. Waktu itu, aku kesulitan dalam pelajaran khot (menulis arab) karena memang gak diajarin kaidahnya, sekedar meniru tulisan yang ada di Al-Qur’an (jaman itu belom ada iqro’ or metode2 yg sekarang sangat memudahkan. Ibu yang merasa itu tidak sesuai dengan metode pendidikan, nge-loby ke ta’mir musholla dan guru ngajiku untuk membuat madrasah dinniyah dengan kurikulum yang sesuai usia anak.


Singkat kata, terbentuklah ”Madrasah Dinniyah Awwaliyah”. Ibu menjadi Kepala Madrasah sekaligus guru bahasa arab.


Nah, seharusnya begitulah ibu rumah tangga. Dia punya tugas besar untuk mecerdaskan generasi. Bukan cuma anaknya, tp jg teman2 anaknya yg pasti akan mempengaruhi. Coba bayangkan, betapa menjadi ibu butuh pengetahuan dan ketrampilan yang sangat banyak. Iya kan???


Kemampuan beliau melihat potensi anak2nya jg bagus lo.. sampai2 kami sendiri yang menjuluki kami sekeluarga, bapak tu presiden, ibu perdana menteri, anak pertama menteri dalam negeri, anak kedua menteri keuangan, anak ketiga menteri pengairan, anak ke empat menteri luar negeri. Yang kelima waktu itu masih terlalu muda, jadi blm punya jabatan..he..he...


Buat Ibu yang selalu penuh inspirasi...jazakillah sudah mendidik kami sedemikian rupa. Btapa cintamu memang luar biasa.


Ibu lah yang membuat aku tidak putus asa menyelesaikan kuliah. Siapa yang tega mengecewakan beliau yang rela membuatkan aku bekal makan karena beliau tahu aku gak bisa makan kalo naik kendaraan umum. Beliau bangun sebelum shubuh nyiapkan itu. Yang sering kudengar sedang menangis dalam qiyamullail. Yang setia menungguku pulang dari penelitian yang kadang malem banget, yang selalu melepas kepergianku dengan do’a di kening (duh..jadi inget pas protes krn aku ngrasa do’a beliau kepanjangan hanya karena khawatir telat, padahal beliau doa tulus banget tuh...). beliau yg menyembunyikan kecewa di balik tangisnya melihat aku pulang dalam keadaan gagal.


Ibu yang dengan pengorbanannya yg luar biasa, kadang masih juga bertanya padaku, pernahkah kamu merasa Ibu ini pilih kasih? Duh....nggak pernah bu....Indi sayang Ibu, kangen selalu...kalo Indi gak bolehin Ibu nengokin indi ke Magelang krn indi menghawatirkan kesehatan ibu saja. Kesibukan hanyalah alasan yang Indi buat. Ketahuilah....Indi sangat kangeeeennn.


Sun sayank Indi dari jauh...Biar semua orang tahu bahwa Indi mencintai Ibu sedemikian rupa.....



Kata yang paling indah di bibir ummat manusia adalah kata ‘ibu’. Dan panggilan paling indah adalah ‘ibuku’. Ini adalah kata yang penuh harapan dan cinta, kata manis dan baik yang keluar dari kedalaman hati (Kahlil Gibran)


3 comments:

Anonymous said...

subhanallah, begitu cintanya antum pada ibunda...

Anonymous said...

begitu mulia pengorbanan ibumu...lain lagi dengan ibuku .beliau seorang yg kurang pendidikan beliau hanya lulusan SR. ketika aku bayi kami tinggal di desa terpelosok, jauh dari kota sedangkan bapak buruh pabrik di jakarta.ibu berjualan krupuk,brondong dan daun jati di pasar desa,yang hasilnya tidak sesuai dengan jumlah keringat yang dikeluarkanya, sewaktu bayi aku minum susu tajin untuk menambah ASI yg kadang tidak aku dapatkan karena ibu sedang di hutan mencari daun dan kayu bakar,
ketika ibu di rumah ibu tidak perlu memasak nasi karena aku tidak memerlukan tajin jadi aku minum ASI. tahukah anti apa yang dimasak ibu .....ibu masak "TIWUL" untuk makanannya sendiri jadi beras itu hanya untuk aku saja.ibu tidak pernah menyuruhku untuk sekolah yang tinggi,ibu tidak pernah mendorongku untuk meraih cita2 yang tinggi....karena beliau merasa tidak mampu membantu untuk itu.
yang ibu berikan hanyalah contoh dan suri tauladan atas apa yang beliau kerjakan setiap hari..ada 1 hal yg beliau katakan hingga kini tetap ada dan selalu menggema dalam hatiku , beliau berkata:" le anakku besuk gede dadio wong sing jujur lan nerimo opo-opo sing diparingne gusti Allah marang kowe senajan to kuwi "tangis".tekuno ngibadah lan sodaqah,lan ojo dumeh marang sapada-pada,ojo lali dungakno aku nek bar sholat", kata-kata itu mungkin bagi orang lain sudah biasa,namun bagiku itu amanat yang sangat berat dan besar yang tak semua orang bisa melaksanakan semuanya.sampai sekarang aku bertanya-tanya dalam hati,membalas jasa ibu saja aku belum bisa . lalu kapan aku bisa melaksanakan amanatnya..........

Indria Mahsunah said...

Subhanallah..setiap ibu memang punya cerita masing2 tentang pengorbanan untuk anak2nya. Sebagaimana manusia punya karakternya masing2. Atas apa yang telah ibunda kita korbankan untuk kita...peluhnya, airmatanya, cintanya,,,,kita syukuri dengan sepenuh hati. Kita coba untuk berbakti, meski bakti kita tak 'kan bisa membalas semua pengorbanannya.