Tuesday, June 26, 2007

TUHAN SEMBILAN SENTI

Membaca sajak ini, mengingatkanku pada mas dan adek yang sampai saat ini masih merokok. Walaupun mereka jarang melakukannya di dalam rumah, gak pernah dilakukan saat kita ngumpul…tak urung hatiku sedih. Dan buat siapa aja yang sampai hari ini masih merokok ‘n punya niatan berhenti cuma gak tau kapan, mudah-mudahan sajak karya Taufiq Ismail ini bisa menggugah mereka,,,,,

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tidak merokok,

Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
hansip – bintara – perwira nongkrong merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im
sangat ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah…ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya
apakah ada buku tuntunan cara merokok,

Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok, sampai kabarnya
kuda andong minta diajari pula merokok,

Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok,
tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran, di toko buku orang merokok,
di kafe, di diskotik para pengunjung merokok,

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan abab rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun
menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut dan
hidungnya mirip asbak rokok,

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergulul saling
menularkan HIV-AIDS sesamanya,
tapi kita tidak ketularan penyakitnya.
Duduk kita di sebelah orang yang dengan cueknya
mengepulkan asap rokok
di kantor atau di stopan bus,
kita ketularan penyakitnya.
Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan
nikotin yang paling subur di dunia,
dan kita yang tak langsung menghirup sekalipun asap tembakau itu,
bisa ketularan kena,

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok,

Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis,
turnamen sepakbola, mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok,

Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil ‘ek-‘ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im
sangat ramah bagi orang perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk
sejumlah ulama terhormat
merujuk kitab kuning
dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.

Di antara jari telunjuk dan jari tengan mereka terselip
berhala-berhala kecil,
sembilan senti panjangnya,
putih warnanya,
kemana-mana dibawa dengan setia,
satu kantong dengan kalung tasbih 99 buahnya,

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,
tampak kebanyakan mereka memegang rokok
dengan tangan kanan,
cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda terbanyak kelompok
ashabul yamiin dan yang
sedikit golongan ashbus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu’ut tadkhin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i.
Kalau tak tahan, di luar sajalah merokok.
Laa taqtuluu anfusakum. Min fadhlik, ya ustadz.

25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok.
Patutnya rokok diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu ‘alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada
zaman Rasulullah dahulu,
sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagiahan rokok,
lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan,

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil
yang kepalanya berapi itu,
yaitu ujung rokok mereka.
Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan
ada yang mulai terbatuk-batuk,

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini,
sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati
karena penyakit rokok.
Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang
korban kecelakaan lalu lintas,
lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor,
cuma setingkat di bawah korban narkoba,

Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil
itu sangat berkuasa di negara kita,
jutaan jumlahnya,
bersembunyi di dalam kantong baju dan celana,
dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,
diiklankan dengan indah dan cerdasnya,

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,
tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada
tuhan-tuhan ini,
karena orang akan khusyu’ dan fana dalam nikmat
lewat upacara menyalakan
api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,

Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.

KARENA SETIAP ANAK BERBEDA

Tulisan berikut aku ringkaskan dari tulisan Fauzil Adhim yang dimuat di Majalah Hidayatullah edisi Juli 2005.

Ada studi menarik. Dari 120.000 orang yang dianggap sebagai tokoh-tokoh berpengaruh, sebagian besar ternyata bukan anak pertama. Tapi mereka juga bukan anak terakhir.

Anak-anak pertama bukannya tidak berhasil, tapi umumnya kurang memiliki kemampuan inovasi. Sikap kritis juga kurang berkembang sebagimana anak kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya.

Tapi bukan anak terakhir. Anak-anak bungsu kerapkali memiliki ketergantungan yang cukup besar pada orang lain, cenderung manja, tidak mandiri, dan kurang mampu menentukan sikap dengan cepat dan mantap.

Itulah kenyataannya…anak-anak cenderung berbeda karakter dan cara berpikirnya karena urutan kelahiran. Walaupun, sebenarnya ini bukan akibat langsung, karena ada peran orang tua di sana. Karenanya menjadi orang tua memang bukan hal yang mudah. Kecenderungan alamiah orang tua dalam memperlakukan anak-anaknya harus dibarenagi dengan kekuatan pemahaman dan keluasan wawasan dalam hal pendidikan anak dan kepengasuhan, kehati-hatian dan usaha yang kuat untuk bersikap adil pada anak.

Orang tua punya kewajiban untuk memberikan kasih sayang secara proporsional kepada setiap anak. Hingga urutan kelahiran anak, jumlah anak, dst tidak akan menjadikan anak-anak kita berlaku sibling rivalry (persaingan antar saudara). Persaingan yang dimaksud adalah persaingan perhatian misalnya, akibat salah satu dari mereka merasa terabaikan, kurang kasih sayang, dll.

Anak tunggal, anak pertama atau anak bungsu yang mendapat pendidikan secara tepat dari orang tua yang memiliki kepekaan, kewaspadaan terhadap perkembangan serta bekal ilmu yang memadai insyaAllah bisa menjadi pribadi yang berpengaruh. Imam Syafi’I yang anak tunggal telah membuktikan hal itu. Dan ingat juga nasihat Umar bin Khaththab, kita tidak tahu mana di antara anak-anak kita yang paling besar barakahnya.
Note : Buat yang belom married (aku juga sih, he..he..), tulisan ini bukan bermaksud menjadikan kalian makin takwa –takut walimah- lho…

Chat..jangan sekedar tebar pesona

Aku baru tertarik chatting kalo gak salah pada bulan April 2007 lalu. Waktu itu, aku jadi bagian finishing soal mid semester II. Karena ngerjainnya sampe malem (jadi kepaksanya nginep di sekolah), aku ngisi waktu nungguin editor soal sambil chat.

Di dunia chatter seringkali memberikan info yang salah tentang diri, status, dll jadi hal yg biasa aja. Termasuk waktu itu…aku. Itu terjadi cukup lama sampai aku sadar bahwa chat sama aja dengan bicara, jadi…g boleh boong donk.

Ya, bagaimanapun boong tetap boong. “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS.61:2-3).

Yang laen lagi, harusnya gak berlebihan. Sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya Allah tidak menyukai pembicaraan yang berlebihan. Maka Allah mencerahkan wajah seseorang yang berbicara menurut kebutuhan saja.” (HR. Muslim).

Sabda beliau selanjutnya, “Lisan orang yang berakal muncul dari balik hati nuraninya. Maka ketika hendak berbicara, terlebih dahulu ia kembali pada nuraninya. Jika ada manfaat baginya, ia berbicara dan jika dapat berbahaya, maka ia menahan diri. Sementara hati orang yang bodoh berada di mulut, ia berbicara sesuai apa saja yang ia maui.” (HR. Bukhari – Muslim).

Ya..tulisan ini ‘skedar nyampein uneg2 bahwa chat sama aja dg bicara secara langsung, so g perlu dipolitisir alias g perlu pake boong or tebar pesona demi dapet temen chat yang ok. Skaligus permohonan maaf buat temen2 yang udah tak boongin… Terakhir, tempatkan kemajuan teknologi pada tempatnya.

Monday, June 25, 2007

KETIKA HARUS MEMILIH

Setiap kita, sejak kecil pasti telah membuat sekian banyak pilihan dalam hidup kita. Bahkan ketika kita belum sepenuhnya sadar akan itu. Contohnya aja ketika kita ngadepin tes, kan ada soal multiple choice tuh..he..he..

Sekarang, ketika kita telah beranjak dewasa..memilih menjadi bukan sekedar keharusan tapi juga kesadaran. Walaupun kadang itu teramat sulit buat kita. Peribahasanya sih seperti makan buah simalakama… Pada kondisi seperti ini pun kita tetap harus menentukan pilihan, walaupun harus ada yang dikorbankan dan kita harus siap memikul resikonya.

Sungguh, betapa berat berada dalam kondisi seperti itu. Betapa kadang pengennya kita tidak memilih apapun dari sekian banyak pilihan yang ada. Tapi..sadarkah kita..bahwa tidak memilih pun adalah pilihan?

Sehingga, yang terpenting dalam hal ini sebenarnya adalah meminta petunjuk pada Allah pilihan terbaik yang akan menjadi keputusan kita. Dan memohon kekuatan untuk menanggung resiko dari pilihan itu.

Note : Jazakallah abang…dah ngingetin soal konsep ini

Sunday, June 24, 2007

SUKSES MELEWATI MASA REMAJA

Aku memang tidak lagi remaja. Tapi rasa cintaku tergugah melihat kondisi remaja hari ini sehingga aku merasa perlu menuliskan ini.

“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan kamu sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan kamu sesudah kuat itu lemah kembali dan beruban, Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”
(QS.Ar-Ruum:54)

Dunia remaja bukanlah dunia yang sederhana. Al-Qur’an mengisyaratkan bahwa usia remaja merupakan usia pancaroba / peralihan dari keadaan lemah yang pertama menuju pada keadaan kuat. Senada dengan itu, para ahli bahkan menyebut masa remaja sebagai fase yang paling rumit dalam kehidupan manusia (the most sophisticated phase in human life).

Masa ini sangatlah menentukan untuk kehidupan selanjutnya, yaitu masa dewasa. Padahal, remaja adalah orang-orang yang sedang mencari identitas diri, sangat mudah terpengaruh oleh hal-hal yang atraktif, sensitif terhadap lingkungan dan mudah melakukan perubahan. Kondisi inilah yang kemudian menempatkan remaja sebagai sasaran empuk globalisasi dengan berbagai efek negatifnya.

Di sisi lain, remaja diyakini sebagai pilar kebangkitan dan penerus estafet perjuangan bangsa. Sebuah pepatah Arab menyatakan "Syubbanul yaum rijalul ghad– pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan."

Kondisi ini menempatkan remaja pada situasi yang ‘serba salah’. Di satu sisi masyarakat mempunyai harapan yang besar pada remaja, sedangkan di sisi yang lain remaja dianggap sebagai biang segala permasalahan.

Atas kondisi itu, kita yang tidak lagi remaja harusnya bertanggung jawab melakukan upaya penjagaan moral dan menginternalkan nilai-nilai Islam, yang akan memberi arahan kepada para remaja menuju kematangan usia (dewasa) dan dalam menentukan jatidiri (tahdidul hawiyyah).

Kata Dia Tentang Aku

Suatu malam pas barengan lembur menyiapkan Akreditasi Sekolah aku dapet secarik kertas dari temenku yang tulisannya begini :
10 Maret, Cenderung diam, pemalu, ga’ banyak bicara, namun kamu menilai setiap hal yang kamu lihat dan menyimpannya dalam hati. Ntar kalo’ ada apa-apa, bisa meledak seperti bom waktu. Serem ya. So, jangan coba-coba membuatnnya sakit hati. Dia gak nyubit koq, diam aja dan menerima. Jika sudah menumpuk, baru dech keluar taringnya,….ngamuk berat!! Seorang yang pasti gak suka jika dirinya buat bahan perbandingan. Jika dia mengerjakan sesuatu, gak perlu dinilai bagus atau jelek. Kamu bakal fine-fine aja koq. Karena semua tugas kamu selesaikan dengan teliti, diam dan tuntas. Kamu juga ogah ngegosip, cenderung diam, gak banyak omong. Kamu lebih suka memakai logika dan realita, daripada menduga-duga hal yang gak pasti. Asyik diajak kemana aja, mau susah atau senang santai aja. Gak suka menuntut fasilitas atau kebendaan, suka menerima tantangan apa aja dan kalem banget. Diam memang salah satu karakter kuat. Biarpun stress menghadapi cobaan, gak akan menunjukkan pada orang lain, akan mencoba menyelesaikannya sendiri dan pantang menyerah. Cocoknya dekat dengan orang-orang yang suka musik, seni dan sastra. Lebih mementingkan inner beauty atau kesamaan berpikir daripada fisik. Jadi kamu cocok yang gak banyak gaya tapi smart. Punya indera penciuman tajam, buat urusan hati.

Aku jadi senyum ‘n ketawa sendiri membacanya. Itu penilaian ‘kembaran’-ku yang menurutku gak semuanya benar. But entahlah…kadang orang emang butuh masukan dari yang lain untuk menilai dirinya. Barangkali saat yang tepat untuk bercermin, mempertahankan yang baik dan memperbaiki yang jelek. Ok deh, thanks ya…

Note : Mengenang penilaian sang ‘kembaran’ buat aku

Saturday, June 23, 2007

NASEHAT AYAH YANG SHOLIH

Seorang yang sholih memberi nasehat kepada anaknya :
Wahai anakku….
Jika engkau dihadapkan pada kebutuhan untuk bersahabat dengan seseorang,
Maka bersahabatlah dengan orang
Yang bila engkau melayaninya dia akan menjagamu,
Dan jika engkau menemaninya dia akan membahagiakanmu

Bertemanlah dengan orang yang
Jika engkau mengulurkan tanganmu dia akan menyambutnya dengan uluran paling baik
Jika dia melihat kebaikan pada dirimu dia akan menghargainya
Jika dia melihat kejelekanmu dia akan menutupinya

Bersahabatlah dengan orang yang
Jika engkau memintanya, dia akan memberi
Jika engkau mengalami kebuntuan, dia akan membukakan wawasan padamu
Jika engkau mengalami keterpurukan, dia akan menghiburmu

Bertemanlah dengan orang yang
Jika engkau berkata dia bisa mempercayaimu dan
Jika kalian berdua sedang berusaha meraih sesuatu dia bisa memimpinmu
Namun jika kalian berdua bertengkar dalam satu masalah dia cenderung bisa mengalah

UNTUKMU GENERASI HARAPAN ISLAM

Wahai saudaraku sekalian
Ketahuilah bahwa hidup ini adalah perputaran siang dan malam
Bukan hanya pergantian lapar dan kenyang, ada dan tidak
Bukan hanya pilihan antara suka dan tidak suka, cinta dan benci
Bukan hanya aktualisasi emosi dan nafsu, kerakusan dan kekuasaan
Hidup ini jauh lebih dari sekedar itu

Wahai saudara,
Ketahuilah bahwa kemuliaan itu mahal dan kerendahan itu hina
Ketinggian itu berat dan kenistaan itu murah
Ketahuilah bahwa hidup ini menjadi tak berarti tanpa perjuangan
Dan perjuangan akan sia-sia tanpa kebenaran
Perjuangan dinilai dari pengorbanan
Dan pengorbanan ditentukan oleh keikhlasan
Cinta membutuhkan pembuktian
Dan pembuktian tak berarti tanpa kesungguhan dan ketulusan

Wahai generasi,
Ketahuilah kebenaran adalah cahaya
Dan kebatilan adalah kegelapan,
Tak akan pernah keduanya bersatu
Bahkan saling menghilangkan
Perjuangan yang benar adalah perjuangan yang berhujjah, terorganisir,
terpola dan membumi
Kedewasaan adalah kesabaran, ketabahan dan kerja keras
Kebijaksanaan adalah keberanian, pengendalian emosi dan perhitungan
Keperkasaan adalah kekuatan menghadapi kedhaliman,
Kesetiaan melindungi si lemah dan pemaaf
Dan kemuliaan itu hanyalah milik Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman

Wahai pemuda-pemudi Islam,
Apa yang bergemuruh di dadamu?
Apa yang bergulat di otakmu?
Apa yang bergolak di emosimu?
Apa yang terobsesi di mimpimu?
Kepalan jarimu masihkah kencang?
Sorot matamu masihkan tajam?
Teriakanmu masihkan lantang?
Semangatmu masihkah membara?
Idealismemu masihkah menjulang?
Jiwamu masihkah perkasa?

Wahai….
Aku tantang engkau untuk berlari, mendaki
Setinggi apakah engkau mampu?
Aku tantang engkau untuk bekerja, bertualang
Sehebat apakah engkau?
Aku tantang engkau untuk mengarungi samudra
Sebesar apakah kesabaranmu?
Di antara sekian banyak kesediahn dan kekhawatiranku
Masih ada secercah harapan ‘kan terwujud:
Kita menjadi ‘satu’ untuk menuju Yang Satu

Ya Allah, maafkanlah semua kesalahan kami dan ampunilah dosa kami,
Satukanlah hati dan langkah kami
Curahkanlah rahmat dan inayah-Mu kepada kami
Ya Allah, hanya kepada-Mu aku sandarkan semua harapanku,
Engkau Maha Mengetahui isi hati hamba-Mu
Rengkuhlah aku dalam cinta dan kasih sayang-Mu

Note : puisi ini aku dapatkan sudah lamaa bgt, kalo gak salah dari buku panduan mentoring agama Islam FK UI

Thursday, June 21, 2007

SURGA DUNIA

Kalo ada yang bertanya padaku tentang surga dunia; aku akan jawab..masa kecilku. Tentu aja bareng 4 sodara n ibu-bapak.

Dari rumah aku mengenal keteraturan, kretifitas, disiplin, ketinggian cita-cita dan tanggungjawab; cukup dari nama-nama yang disematkan pada masing2 kami dan aturan2 yang ada di rumah.

Ber-5 nama kami diawali huruf I M ; Indah Mahmudah, Irma Mufidah, Irfan Mahmudi, Indria Mahsunah dan Indra Mahfudi.

Ibuku yang lembut, tegas tapi agak cerewet selalu punya aturan n target untuk kami. Misalnya..kapan kami harus bisa sebuah pekerjaan rumah tertentu. Mana baju buat maen, mana baju sore, baju tidur, dll. Biar penuh aturan gitu, kami g ngrasa terbebani tuh! Hebat!
Bapak cecnderung pendiam tapi penuh wibawa selalu mendukung 'program' yang ditetapkan ibu. Bahkan, beliau rela tidak lagi merokok, agar surga itu sempurna bagi kami.

Diskusi tentang banyak hal menjadi bagian yang indah buat kami, di mana aja kami ketemu, di meja makan, di ruang tamu, di teras. Pengetahuan beliau yang luas membuat kami betah diskusi n curhat banyak hal.

Wednesday, June 20, 2007

Berapa Harga Makanan Kita

Ahad kemaren, pas ngelepas lelah setelah outbond sambil chat di sekolah, ada temen yang cerita sebuah pengalamannya ketika berangkat ke sekolah.

Dia beli sendok sayur dari batok kelapa yang harganya murah banget, cuma 500 perak sebijinya. Padahal betapa beratnya dagangan yang dia bawa jauh dari tempat dia tinggal.

Yang kemudian terpikir olehku...krn baru aja aku makan2 ma temen2 di "Ayam Goreng Bu Tatik" yang udah terkenal banget di Magelang...berapa duit yang udah terbuang (untungnya sih aku ada yang bayarin--he..he..)? Kalo buat si penjual sendok sayur itu, berapa banyak sendok sayur yg harus dijualnya untuk bisa menikmati enaknya makan ayam goreng di sana?

Uhh..aku jadi harus banyak bersyukur...gak harus serepot si penjual sendok sayur untuk dapet sesuap makanan.

Ni tulisan dibikin dalam keadaan rada gak konsen, jadi maaf banget kalo amburadul gini bahasanya.