Wednesday, July 25, 2007

KEIMANANKU

Ini nasyid yang aku suka banget, aku betah selama di sekolah cuma muter nasyid ini aja. Temen2 sampe ngasih julukan tu nasyid sebagai sound track ruanganku. Alasanku satu aja koq, syairnya bagus.

Andai matahari
Di tangan kananku
Takkan mampu mengubah yakinku
Terpatri dan takkan terbeli
Dalam lubuk hati

Bilakah rembulan
Di tangan kiriku
Takkan sanggup mengganti imanku
Jiwa dan raga ini apapun adanya

Andaikan seribu siksaan
Terus melambai-lambaikan derita yang mendalam
Seujung rambutpun aku takkan bimbang
Jalan ini yang kutempuh

Bilakah ajal kan menjelang
Jemput rindu-rindu syahid yang penuh kenikmatan
Cintaku hanyalah untukmu
Tetapkan muslimku selalu

Buat kamu yang penasaran pengen muter ni nasyid boleh kirim email ke aku, ntar tak kirim deh!!!

DIA TAK ‘KAN KAU MILIKI SELAMANYA…(Kado 5)

Memulai berumahtangga ternyata tidak selalu sudah ada cinta sebelumnya…ini pengakuan teman-temanku yang sudah menikah. Mungkin yang ini termasuk yang berprinsip, “Cinta bisa datang dengan menghayati datangnya sebab.”

Mencintai adalah memberi perhatian tanpa syarat. Karenanya mencintai bukanlah sesuatu yang instan, ia butuh ketekunan, proses, dan waktu. Mencintai juga membutuhkan kesabaran dalam menjalankan prosesnya untuk mendapatkan hasil seperti yang kita inginkan.

Dan…ketika kita mulai mencintai seseorang, ingin rasanya dia menjadi milik kita dan sebaliknya kita menjadi miliknya. Ini adalah hal yang fithrah, sebagaimana seorang ulama dari Mesir, Hasan Al-Banna pernah berkata, “Jiwa manusia pada hakikatnya penuh dengan cinta. Ia harus memiliki arah yang menjadi labuhan bagi curahan cintanya. Saya tidak melihat seorangpun yang lebih mulia dari emosi cintaku selain seorang sahabat yang ruhnya menyatu dengan ruhku sehingga dengan sepenuh hati kuberikan cintaku padanya dan kuutamakan dia untuk menerima persahabatan ini”.

Namun demikian, sebesar apapun rasa cinta kita, Rasulullah mengingatkan, “Cintailah siapa saja yang kamu sukai, namun sesungguhnya kamu pasti akan berpisah dengannya”.

KEBERSAMAAN DALAM MENDIDIK BUAH HATI…(Kado 4)

Masih banyak orang yang beranggapan bahwa mendidik anak hanya tanggungjawab istri. Padahal gak bisa demikian, buah hati adalah generasi yang dimanahkan di pundak suami-istri secara bersama-sama.
"Mendidik anak itu lebih baik daripada bersedekah secupak." (HR Thirmidzy).
"Tiada pemberian seorang bapak terhadap anak-anaknya yg lebih baik daripada (pendidikan) yg baik dan adab yg mulia." (HR At-Tirmidzy) "
Berlaku baiklah terhadap anak-anakmu dan ajarkanlah mereka adab yg baik" (HR Ibn Majah) "
Bila seorang meninggal, terputuslah semua amalannya kecuali tiga perkara: amal jariah, ilmu yg bermanfaat, dan anak yg soleh yg berdoa untuknya." (HR Muslim)
Keberhasilan dalam memilih pasangan yang sholih/sholihah akan berbanding lurus dengan keberhasilan dalam pernikahan dan upaya mendidik anak dengan tarbiyah Islamiyah yg diharapkan. Sebisa mungkin, anak-anak tidak mendengar pertengkaran orangtuanya, karena hal itu secara langsung akan mempengaruhi kondisi kejiwaannya. Karena itu, tanggung jawab ortu yg pertama dalam pendidikan anak-anak adalah membangunkan rumah tangga yang harmonis (baiti jannati). Rumah ‘jannah’ akan menghasilkan generasi sholih, sebagaimana firman-Nya:"Dan orang-orang yg berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yg bertakwa." (QS 25:74)
Anak-anak lahir dalam keadaan fitrah. Tarbiyah yang baik akan menjadikannya sholih, sebaliknya rumah yang tidak membuatnya nyaman karena pertengkaran sang ibu dan ayah menjadikan hilang kefitrahannya. Rasulullah SAW telah bersabda:"Anak-anak itu lahir dalam keadaan fitrah, adalah ibu bapaknya yg menjadikan dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi." (HR Bukhari dan Muslim).
Oya, satu lagi nih. Ada syair yang indah tentang pendidikan anak berikut ini :
Kalau seorang anak hidup dengan kritik, ia akan belajar menghukum
Kalau seorang anak hidup dengan permusuhan, ia akan belajar kekerasan
Kalau seorang anak hidup dengan olokan, ia belajar menjadi malu
Kalau seorang anak hidup dengan rasa malu, ia belajar merasa bersalah
Kalau seorang anak hidup dengan dorongan, ia belajar percaya diri
Kalau seorang anak hidup dengan keadilan, ia belajar menjalankan keadilan
Kalau seorang anak hidup dengan ketentraman, ia belajar tentang iman
Kalau seorang anak hidup dengan dukungan, ia belajar menyukai dirinya sendiri
Kalau seorang anak hidup dengan penerimaan serta persahabatan, ia belajar untuk mencintai dunia
(Dorothy Law Nolte)

RUMAHKU…SURGAKU…(Kado 3)

“Baiti Jannati” adalah cita-cita bagi setiap pasangan. Karenanya setiap pasangan harus menciptakan rumah sebagai ‘sarang’ tempat mereka selalu ingin pulang. Untuk menciptanya butuh proses, kesabaran, perjuangan, bahkan pengorbanan dan juga ILMU. Dan ini bukan cuma tugas istri lho…

Setiap kita boleh takut kehilangan pasangan hidup kita, tapi pasangan hidup kita juga harus merasa TAKUT KEHILANGAN KITA. So..?

Perempuan dalam rumah tangga, secara domestik punya peran yang tidak kecil ataupun sampingan. Ia adalah istri, ibu rumah tangga, sahabat suami dan anak-anak, teman diskusi, dan bahkan bisa menjadi pencari nafkah tambahan. Karenanya ia adalah mitra sejajar suaminya dan sahabat anak-anaknya serta manajer dalam rumah tangganya.

Perempuan setelah menikah harus tetap menggali minat dan bakatnya, karena ia harus jadi sahabat dan teman diskusi yang cerdas dan bernas. Ia paham isu-isu social kemasyarakatan dan hal-hal yang up to date. Bukan cuma asyik diajakin ngobrol soal resep masakan or bunga di taman.

Selain itu, sebagai bagian dari masyarakat, ia juga punya peran public karena ia juga punya tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi anak-anaknya. Namun demikian, ia harus menampilkan kemuslimahannya, tidak boleh melupakan kodratnya sebagai perempuan.

Laki-laki sebagai suami, otomatis harus mendukung pengembangan potensi buat istrinya. Wah..sory..gak bisa jelasin panjang nih!

Aku punya kenalan yang –subhanallah—upayanya mencipta Surga Dunia demikian kuat. Sedikit cerita tentang dia. Suatu hari pas aku silaturahim ke rumahnya,,,tiba2 ada telepon dari sang suami. Setelahnya, dia pamit ma aku untuk mempersiapkan diri menyambut suami, berwudlu, pake lipstik ‘n bedak tipis, dan (ini yang aku rada ‘kaget’) pake bando (tentu aja tanpa jilbab)…Ketika dia kembali membersamaiku, dia berbisik (mungkin karena ngeliat raut mukaku yang heran abizzz) “Suamiku suka kalo aku dandan kayak gini.” Oooo. Selanjutnya mengalirlah cerita tentang kesetiaan sang Suami ketika pasca melahirkan anak pertama --waktu aku ketemu itu, anaknya udah 3-- karena kondisi kesehatan, dokter menyarankan untuk tidak berhubungan badan selama sekian bulan, ‘n suaminya setia banget sampe kadang harus tidur di sofa..bla..bla..bla…

Ada kisah lain. Suatu hari di sebuah Pelatihan aku tertarik ma seorang peserta, ibu-ibu yang semangat banget. Waktu itu aku menaksir usianya 40-an. Aku jadi kenalan dan ternyata…usianya baru awal 30-an, anaknya baru 1. Aku heran luar biasa karena dia emang keliatan dah tua, beberapa giginya juga udah tanggal. Jadilah akhirnya kami ngobrol seputar kesehatan reproduksi, perawatan kesehatan selama masa hamil dan setelah melahirkan.

Ya...memang menikah butuh ilmu yang gak sedikit.

KARENA KITA BERBEDA…(Kado 2)

Dua insan dari ‘planet’ yang berbeda bertemu dalam satu ‘wadah’, apa jadinya? Susah gak ya? Hal ini jadi sesuatu yang gak pernah habis untuk dibahas, banyak buku ‘n diskusi yang digelar tentang hal ini. Misalnya aja “Man from Venus, Girl from Earth” (eh..yang ini aku belom baca loh..Cuma diceritain aja..)

Yang pasti, harus ada saling memahami antara laki-laki dan perempuan (baca: suami – istri). Saling mengetahui perbedaan masing-masing akan sangat membantu. Liat aja perbandingan di bawah ini :
Laki-laki : Cenderung menggunakan logika, Menganggap penting keahlian, Berpikir menyelesaikan masalah, Merasa dicintai jika dipercaya, Meringankan beban dengan diam, Kurang suka ungkapan verbal.
Perempuan : Cenderung menggunakan perasaan, Menganggap penting kebersamaan, Memberi nasihat tanpa diminta, Merasa dicintai jika diperhatikan, Meringankan beban dengan bicara, Suka ungkapan verbal.

Yang lain lagi, Batas ambang rasa aman terhadap masalah pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada perempuan.

Karena beberapa perbedaan itu, ketrampilan komunikasi menjadi hal yang sangat penting untuk dipelajari oleh masing-masing. Bahkan sebuah survey membuktikan (wah..kuis banget…!) bahwa 70% permasalahan rumah tangga disebabkan oleh kegagalan berkomunikasi. Kegagalan berkomunikasi ini bisa disebabkan oleh beberapa factor, antara lain kultur, pemahaman dan ketrampilan.

Yup, menikah emang harus diawali dengan kesadaran bahwa kita beda ‘n dengan menikah kita sedang bersepakat untuk mempertemukan 2 pemikiran, 2 sudut pandang, 2 karakteristik, 2 kebiasaan, 2 keluarga besar dan 2 kebudayaan. Siap nikah berarti siap menerima perbedaan. Siap menerima perbedaan ini juga harus dibarengi dengan kemauan untuk berubah, keinginan untuk mengenal lebih jauh, siap menerima pasangan apa adanya, dan kesiapan untuk mengorbankan kepentingan pribadi demi mengedepankan kepentingan dan kebutuhan bersama.

‘KAN TERCIPTA HARMONI…(Kado 1)

Bulan Juli kayaknya jadi bulan pernikahan di kalangan teman-temanku. Jadinya beberapa tulisanku yang bakal diposting hari ini adalah ‘kado’ buat mereka. InsyaAllah akan ada 5 ‘kado’ (maksud hati sih pengen nyaingin trilogi buku “Kado Pernikahan Untuk Istri”-ku nya Fauzil Adhim…ha..ha..jauh banget ya………).

Harmoni atau keserasian/keselarasan dalam sebuah keluarga atau istilah islaminya sakinah, mawaddah wa rahmah adalah impian setiap pasangan, setiap keluarga. Ustadz Cahyadi Takariawan, ada 5 (Lima) Prinsip yang akan menjadikan Rumah Tangga harmonis (keterangannya ditambah2in pake bahasa sendiri _gpp ya ustadz), yaitu :
1. Menguatkan Motivasi
Menikah adalah ibadah kepada Allah, untuk merealisasikan ketaatan kepada-Nya dan menjalankan sunnah Rasulullah SAW. Kekuatan motivasi –ini kata beliau– amatlah dahsyat untuk menjaga keutuhan rumah tangga. Motivasi akan memberikan jalan keluar dari setiap permasalahan yang muncul.
2. Bersama Allah dalam Rumah Tangga
Kehidupan rumah tangga bagi seorang manusia adalah kehidupan unik yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Onak dan duri, selain cinta dan kasih akan senantiasa mewarnai hari-harinya. “Kejutan-kejutan” ini akan membuatnya putus asa, kecuali ia selalu memohon pertolongan Allah dalam menghadapi setiap ‘kejutan’ alias permasalahan yang muncul.
“Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan” (Al Anfal: 24).
“Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang ada di bumi, niscaya kamu tak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka” (Al Anfal : 63).
3. Menjaga Orientasi Syari’ah
Maqashid (tujuan, maksud, arahan) syari’ah senantiasa berorientasi kepada hadirnya kemaslahatan dalam segala aspek, dengan menutup peluang munculnya kemudharatan. Ini yang harus dipahami oleh semua orang. Bahwa kehidupan tidak hanya diatur oleh fikih semata, namun banyak sisi ajaran lain yang saling melengkapi. Fikih ibarat setimba air yang diambil dari sumur syari’ah yang tidak pernah kering.
Dalam pernikahan, ada satu syariat yang tidak pernah sepi diperbincangkan, yaitu soal poligami. Banyak yang mengatakan bahwa poligami adalah sunnah Rasul, tapi amat sedikit yang mengatakan bahwa monogami pun sunnah Rasul. Padahal, 25 tahun Rasulullah SAW hidup bermonogami, hanya sedikit sisa usia beliau yang berpoligami.
Ketika seseorang mulai ‘tergoda’ untuk berpoligami, menjaga orientasi syari’ah harus menjadi perhatiannya. Bahwa tujuan menikah adalah mendapatkan Sakinah (ketenangan), Mawaddah (cinta kasih) dan Rahmah (kasih sayang). Karenanya, walaupun suami tidak harus ijin pada istri, jika istri keberatan maka suami harus kembali bertanya “apa orientasinya menikah?”
Kisah yang dialami Fathimah –putri Rasulullah– dan Ali cukuplah menjadi contoh dalam memutuskan persoalan ini.
4. Indahnya Sikap Adil
Sikap adil adalah bagian yang sangat penting dalam menjaga kebahagiaan rumah tangga. Tidak akan ada cinta dan bahagia apabila tidak ada keadilan dalam kehidupan rumah tangga.
Lawan dari adil adalah zhalim. Seberapapun besar rasa bahagia di malam zafaf dan malam-malam pertama bagi sepasang pengantin, hal itu akan segera sirna apabila kezhaliman telah muncul.
Ada peran yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Peran yang telah diatur dengan syari’at haruslah dijalankan sesuai dengan ketentuan, sedangkan yang belum ditetapkan secara pasti harus di-komunikasi-kan dan di-musyawarah-kan.
Dalam hal ini cukuplah kita jadikan teladan kisah Umar yang ridha dimarahi oleh sang istri. Katanya, “Saya tetap sabar (atas perbuatannya), karena memang itu kewajiban saya. Istri sayalah yang memasakkan makanan saya, membuatkan roti untuk saya, mencucikan pakaian, dan menyusui anak saya, sedang semua itu bukanlah kewajibannya. Di samping itu hati saya merasa tenang (untuk tidak melakukan perbuatan haram). Karena itulah saya tetap bersabar atas perbuatannya itu.” Demikian penjelasan Umar ketika ditanya kenapa dia diam saja dimarahi sang istri.
5. Musyawarah dan Keterbukaan
Sedemikian penting musyawarah dalam pendangan Islam, sampai seorang khalifah bisa dicopot dari jabatannya oleh ahlul halli wal aqdi yang mengangkatnya, karena meninggalkan musyawarah. Seorang pemimpin cukuplah dikatakan sebagai rezim diktator atau tiran yang sewenang-wenang, lantaran ia meninggalkan musyawarah dalam mengambil kebijakan.
Sebagai aplikasi dalam kehidupan rumah tangga, tentu saja suami sebagai qowwam (pemimpin) tidak boleh semena-mena terhadap istrinya. Jangan sampai ke-tidak ridho-annya jadi dalih yang bisa membuat sang istri tertekan karena kekhawatiran dilaknat oleh Malaikat.